Sadako adalah seorang anak yang cerdas, ceria, sangat energik, mungkin
istilah yang tepat adalah “pecicilan”, hingga orang tuanya selalu
mengingatkan agar ia duduk manis barang sejenak. Sadako sangat suka
berlari-larian. Ia sangat menikmati menjadi bagian dari “tim lari
estafet” di sekolahnya. Hingga dia tak memberitahu siapapun bahwa dia
mulai merasakan pusing saat berlari. Satu saat, ia terjatuh di depan
para guru, hingga dipanggillah orang tuanya datang ke sekolah. Tanggal
21 Februari 1955, Sadako mulai masuk rumah sakit. Sadako didiagnosa
terjangkit leukemia sebagai dampak bom atom. Ibunya menyebut sebagai
“penyakit bom atom” (an atomic bomb disease).
Pada bulan
November 1954, tumbuh cacar pada leher dan bagian belakang telinganya.
Pada bulan Januari 1955, mulai timbul titik berwarna ungu pada kakinya.
Pada tanggal 21 Februari 1955, Sadako harus dirawat di rumah sakit
karena dokter mendiagnosa Sadako mengidap Leukemia dan divonis hanya
dapat hidup paling lama satu tahun.
Pada tanggal 3 Agustus
1955, seorang sahabat karib Sadako yang bernama Chizuko Hamamoto datang
menjenguk Sadako di rumah sakit dengan membawa kertas emas untuk membuat
bangau kertas, karena berdasarkan kisah klasik Jepang, jika seseorang
membuat seribu bangau kertas, maka permintaannya akan dikabulkan. Cerita
yang berkembang menyebutkan bahwa Sadako hanya mampu menyelesaikan 644
bangau kertas sebelum kematiannya, dan sahabatnya meneruskan hingga
1.000 dan menguburkan semua bersama jasad Sadako. Cerita lain dari
Hiroshima Peace Memorial Museum menyatakan bahwa pada akhir Agustus
1955, Sadako teleah menyelesaikan 1.000 bangau kertas dan meneruskan
untuk membuat lebih banyak lagi.
Sejak saat itu Sadako mulai
membuat paper crane untuk meminta kesembuhan bagi dirinya. Untaian
bangau kertas digantung di atas tempat tidurnya dengan seutas benang.
Meskipun Sadako punya banyak waktu di rumah sakit untuk melipat bangau,
ia kehabisan kertas. Dia pun menggunakan medicine wrappings dan apa saja
yang bisa ia pungut. Ia berkunjung ke kamar pasien lain untuk meminta
kertas bekas bungkus bingkisan pengunjung yang datang mengunjungi
pasien. Chizuko juga membawakan kertas untuknya. Sadako berkeinginan
melipat 1000 bangau, tetapi sayang, ia hanya sanggup melipat 644 sebelum
ajal menjemputnya.
Kondisi Sadako memburuk secara drastis,
membuat kedua orang tua dan saudara-saudaranya sedih melihatnya sekarat.
Ibunya membuatkan sebuah kimono bercorak bunga sakura supaya dapat
dipakainya sebelum ia meninggal. Saat itu Sadako merasa kondisinya
membaik sehingga ia dibolehkan pulang selama beberapa hari. Sadako
berteman dengan seorang anak laki-laki bernama Kenji, seorang anak
yatim, yang juga menderita leukemia tetapi sudah dalam stadium lanjut.
Kenji sudah terkena dampak radiasi sejak ia dalam kandungan ibunya.
Sadako mencoba memberi Kenji harapan dengan kisah bangau emas (The
golden crane story), tetapi Kenji sadar akan kenyataan bahwa waktunya
sudah dekat. Ibunya sudah lebih dulu meninggal, dan ia sudah belajar
bagaimana cara membaca diagram darahnya (blood charts) dan sudah tahu
bahwa ia sudah dalam kondisi sekarat. Saat di rumah Saat di rumah sakit,
Sadako menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kematian Kenji, dan
dia sangat terpukul. Sadako tahu bahwa gilirannya pun akan segera tiba.
Setelah keluarganya memaksanya untuk makan sesuatu, Sadako meminta teh
hijau dan berkomentar “It’s good.” Kalimat itu adalah kalimat
terakhirnya. Dikelilingi oleh keluarganya, Sadako meninggal dunia pada
tanggal 25 Oktober 1955 pada usia 12 tahun. Teman-temannya menyelesaikan
pembuatan bangau kertas sisanya hingga genap terkumpul 1000 bangau dan
menguburkannya bersama jasad Sadako.
Sepeninggal Sadako,
teman-temannya menerbitkan suatu koleksi surat-surat untuk menggalang
dana yang akan digunakan untuk membangun sebuah monumen peringatan bagi
Sadako dan semua anak yang meninggal akibat efek bom atom. Pada tahun
1958 sebuah patung Sadako memegang bangau emas berdiri di Hiroshima
Peace Memorial Park, bangsa Jepang menyebutnya dengan nama Genbaku Dome.
Di kaki patung terdapat sebuah prasasti bertuliskan:
“This is our cry. This is our prayer. Peace on Earth.”
(“Inilah jeritan kami. Inilah Doa kami. Damai lah di bumi”).
Di Seattle Peace Park juga terdapat patung Sadako. Sadako telah menjadi
simbol dampak perang nuklir, mengingatkan betapa berbahayanya perang
nuklir. Sadako juga menjadi pahlawan untuk gadis-gadis di Jepang. Kisah
hidupnya diceritakan di sekolah-sekolah Jepang saat memperingati
pemboman Hiroshima. Sebagai dedikasi untuknya, penduduk Jepang merayakan
6 Agustus sebagai National Peace Day.
Kisah Sadako menjadi
terkenal pula di kalangan murid sekolah di luar Jepang karena ditulis
menjadi sebuah novel. The Day of the Bomb ditulis seorang penulis
berkebangsaan Austria Karl Bruckner. Sadako and the Thousand Paper
Cranes pertama kali diterbitkan pada tahun 1977 ditulis oleh Eleanor
Coerr. Robert Jungk juga menulis Children of the Ashes, di dalamnya
ditulis pula kisah Sadako. Setiap tahun, ribuan paper crane dikirim oleh
anak-anak dan orang dewasa dari seluruh penjuru dunia ke Hiroshima
Peace Memorial Park. Burung bangau merupakan simbol harapan untuk masa
depan yang lebih baik yaitu perdamaian tanpa penderitaan.
Kisah
Sadako dapat menjadi pengingat bagi kita apa yang terjadi akibat perang
terlebih jika suatu negara memilih untuk menggunakan senjata nuklir.
Burung bangau di Jepang merupakan salah satu mahluk mistis atau suci
(selain naga dan kura-kura) yang dipercaya dapat hidup ribuan tahun.
Thousand Origami Cranes (???, Senbazuru) yaitu sebuah untaian seribu
origami bangau kertas yang disatukan dengan benang. Ada sebuah legenda
kuno Jepang yang konon menjanjikan bahwa siapapun yang dapat melipat
seribu bangau origami akan dihadiahi “WISH” oleh sang bangau, seperti
umur panjang, sembuh dari sakit.
Maka Senbazuru menjadi wedding
gift yang populer untuk keluarga dan teman spesial. Si pemberi berharap
pengantin mendapat seribu tahun kebahagiaan dan kesejahteraan. Dapat
juga sebagai kado untuk bayi yang baru lahir agar berumur panjang dan
mendapat keberuntungan. Menggantung Senbazuru di rumah dianggap membawa
keberuntungan. Ada pula yang menggunakan sebagai matchmaking charm untuk
gadis-gadis Jepang saat berusia 16 tahun. Sang gadis akan membuat 1000
bangau untuk diberikan kepada sang jaka yang dikaguminya.
Itulah asal usul hantu sadako di jepang atau sejarah hantu jepang sadako yang merupakan kisah nyata.
Sadako adalah seorang anak yang cerdas, ceria, sangat energik, mungkin istilah yang tepat adalah “pecicilan”, hingga orang tuanya selalu mengingatkan agar ia duduk manis barang sejenak. Sadako sangat suka berlari-larian. Ia sangat menikmati menjadi bagian dari “tim lari estafet” di sekolahnya. Hingga dia tak memberitahu siapapun bahwa dia mulai merasakan pusing saat berlari. Satu saat, ia terjatuh di depan para guru, hingga dipanggillah orang tuanya datang ke sekolah. Tanggal 21 Februari 1955, Sadako mulai masuk rumah sakit. Sadako didiagnosa terjangkit leukemia sebagai dampak bom atom. Ibunya menyebut sebagai “penyakit bom atom” (an atomic bomb disease).
Pada bulan November 1954, tumbuh cacar pada leher dan bagian belakang telinganya. Pada bulan Januari 1955, mulai timbul titik berwarna ungu pada kakinya. Pada tanggal 21 Februari 1955, Sadako harus dirawat di rumah sakit karena dokter mendiagnosa Sadako mengidap Leukemia dan divonis hanya dapat hidup paling lama satu tahun.
Pada tanggal 3 Agustus 1955, seorang sahabat karib Sadako yang bernama Chizuko Hamamoto datang menjenguk Sadako di rumah sakit dengan membawa kertas emas untuk membuat bangau kertas, karena berdasarkan kisah klasik Jepang, jika seseorang membuat seribu bangau kertas, maka permintaannya akan dikabulkan. Cerita yang berkembang menyebutkan bahwa Sadako hanya mampu menyelesaikan 644 bangau kertas sebelum kematiannya, dan sahabatnya meneruskan hingga 1.000 dan menguburkan semua bersama jasad Sadako. Cerita lain dari Hiroshima Peace Memorial Museum menyatakan bahwa pada akhir Agustus 1955, Sadako teleah menyelesaikan 1.000 bangau kertas dan meneruskan untuk membuat lebih banyak lagi.
Sejak saat itu Sadako mulai membuat paper crane untuk meminta kesembuhan bagi dirinya. Untaian bangau kertas digantung di atas tempat tidurnya dengan seutas benang. Meskipun Sadako punya banyak waktu di rumah sakit untuk melipat bangau, ia kehabisan kertas. Dia pun menggunakan medicine wrappings dan apa saja yang bisa ia pungut. Ia berkunjung ke kamar pasien lain untuk meminta kertas bekas bungkus bingkisan pengunjung yang datang mengunjungi pasien. Chizuko juga membawakan kertas untuknya. Sadako berkeinginan melipat 1000 bangau, tetapi sayang, ia hanya sanggup melipat 644 sebelum ajal menjemputnya.
Kondisi Sadako memburuk secara drastis, membuat kedua orang tua dan saudara-saudaranya sedih melihatnya sekarat. Ibunya membuatkan sebuah kimono bercorak bunga sakura supaya dapat dipakainya sebelum ia meninggal. Saat itu Sadako merasa kondisinya membaik sehingga ia dibolehkan pulang selama beberapa hari. Sadako berteman dengan seorang anak laki-laki bernama Kenji, seorang anak yatim, yang juga menderita leukemia tetapi sudah dalam stadium lanjut. Kenji sudah terkena dampak radiasi sejak ia dalam kandungan ibunya. Sadako mencoba memberi Kenji harapan dengan kisah bangau emas (The golden crane story), tetapi Kenji sadar akan kenyataan bahwa waktunya sudah dekat. Ibunya sudah lebih dulu meninggal, dan ia sudah belajar bagaimana cara membaca diagram darahnya (blood charts) dan sudah tahu bahwa ia sudah dalam kondisi sekarat. Saat di rumah Saat di rumah sakit, Sadako menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kematian Kenji, dan dia sangat terpukul. Sadako tahu bahwa gilirannya pun akan segera tiba.
Setelah keluarganya memaksanya untuk makan sesuatu, Sadako meminta teh hijau dan berkomentar “It’s good.” Kalimat itu adalah kalimat terakhirnya. Dikelilingi oleh keluarganya, Sadako meninggal dunia pada tanggal 25 Oktober 1955 pada usia 12 tahun. Teman-temannya menyelesaikan pembuatan bangau kertas sisanya hingga genap terkumpul 1000 bangau dan menguburkannya bersama jasad Sadako.
Sepeninggal Sadako, teman-temannya menerbitkan suatu koleksi surat-surat untuk menggalang dana yang akan digunakan untuk membangun sebuah monumen peringatan bagi Sadako dan semua anak yang meninggal akibat efek bom atom. Pada tahun 1958 sebuah patung Sadako memegang bangau emas berdiri di Hiroshima Peace Memorial Park, bangsa Jepang menyebutnya dengan nama Genbaku Dome. Di kaki patung terdapat sebuah prasasti bertuliskan:
“This is our cry. This is our prayer. Peace on Earth.”
(“Inilah jeritan kami. Inilah Doa kami. Damai lah di bumi”).
Di Seattle Peace Park juga terdapat patung Sadako. Sadako telah menjadi simbol dampak perang nuklir, mengingatkan betapa berbahayanya perang nuklir. Sadako juga menjadi pahlawan untuk gadis-gadis di Jepang. Kisah hidupnya diceritakan di sekolah-sekolah Jepang saat memperingati pemboman Hiroshima. Sebagai dedikasi untuknya, penduduk Jepang merayakan 6 Agustus sebagai National Peace Day.
Kisah Sadako menjadi terkenal pula di kalangan murid sekolah di luar Jepang karena ditulis menjadi sebuah novel. The Day of the Bomb ditulis seorang penulis berkebangsaan Austria Karl Bruckner. Sadako and the Thousand Paper Cranes pertama kali diterbitkan pada tahun 1977 ditulis oleh Eleanor Coerr. Robert Jungk juga menulis Children of the Ashes, di dalamnya ditulis pula kisah Sadako. Setiap tahun, ribuan paper crane dikirim oleh anak-anak dan orang dewasa dari seluruh penjuru dunia ke Hiroshima Peace Memorial Park. Burung bangau merupakan simbol harapan untuk masa depan yang lebih baik yaitu perdamaian tanpa penderitaan.
Kisah Sadako dapat menjadi pengingat bagi kita apa yang terjadi akibat perang terlebih jika suatu negara memilih untuk menggunakan senjata nuklir.
Burung bangau di Jepang merupakan salah satu mahluk mistis atau suci (selain naga dan kura-kura) yang dipercaya dapat hidup ribuan tahun. Thousand Origami Cranes (???, Senbazuru) yaitu sebuah untaian seribu origami bangau kertas yang disatukan dengan benang. Ada sebuah legenda kuno Jepang yang konon menjanjikan bahwa siapapun yang dapat melipat seribu bangau origami akan dihadiahi “WISH” oleh sang bangau, seperti umur panjang, sembuh dari sakit.
Maka Senbazuru menjadi wedding gift yang populer untuk keluarga dan teman spesial. Si pemberi berharap pengantin mendapat seribu tahun kebahagiaan dan kesejahteraan. Dapat juga sebagai kado untuk bayi yang baru lahir agar berumur panjang dan mendapat keberuntungan. Menggantung Senbazuru di rumah dianggap membawa keberuntungan. Ada pula yang menggunakan sebagai matchmaking charm untuk gadis-gadis Jepang saat berusia 16 tahun. Sang gadis akan membuat 1000 bangau untuk diberikan kepada sang jaka yang dikaguminya.
Itulah asal usul hantu sadako di jepang atau sejarah hantu jepang sadako yang merupakan kisah nyata.
0 komentar:
Posting Komentar